Toprank Media
  • Otomotif
  • Electronic
  • Interior
  • Lifestyle
  • Finance
  • Beauty
  • Finance
  • Internet
  • Travel
  • Food
  • Login
Toprank Media

Bendera One Piece Bertebaran Menjelang HUT ke-80 RI, Fenomena Kreatif atau Ancaman?

Lili by Lili
August 13, 2025
in News
Reading Time: 4 mins read
A A
0
Bendera One Piece

Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, suasana perayaan tahun ini tidak hanya dihiasi warna merah dan putih. Di sejumlah daerah, terlihat pemandangan tak biasa. Bendera hitam bergambar tengkorak bertopi jerami atau Jolly Roger dari serial anime populer One Piece berkibar di berbagai sudut kota.

Bagi sebagian anak muda, ini sekadar ekspresi kreatif, bentuk merayakan kemerdekaan dengan sentuhan budaya pop, atau mengikuti tren media sosial. Namun, bagi sebagian pihak, simbol ini dianggap berpotensi menyinggung kehormatan negara, bahkan memicu tudingan radikalisme dan makar.

Respons pemerintah pun cepat. Aparat di sejumlah wilayah menurunkan bendera One Piece, melakukan razia, dan menyita barang bukti. Beberapa warga yang mengunggah foto penghormatan pada bendera tersebut juga mendapat teguran langsung. Peristiwa ini memunculkan pertanyaan di publik: mengapa penindakan terhadap simbol fiksi bisa begitu sigap, sementara kasus korupsi, kekerasan aparat, atau pelanggaran HAM kerap berjalan lambat?

Daftar Isi

  • Aturan Pengibaran Bendera dan Batasan Hak Ekspresi di Ruang Publik
  • Dampak Pembatasan Simbol terhadap HAM dan Ruang Demokrasi
  • Getaran Hak Asasi Manusia dan Teladan Gus Dur
    • Share this:
    • Like this:
    • Related

Aturan Pengibaran Bendera dan Batasan Hak Ekspresi di Ruang Publik

Larangan pengibaran bendera bajak laut fiksi Jolly Roger belakangan kerap dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Namun, jika merujuk langsung ke Pasal 24, larangan tersebut sejatinya berfokus pada tindakan yang secara nyata merendahkan kehormatan Bendera Merah Putih.

Bentuk pelanggaran yang diatur meliputi merusak, membakar, menginjak, menggunakan untuk iklan komersial, mengibarkan dalam kondisi rusak atau kusut, memodifikasi, atau menjadikannya penutup barang. Tidak ada ketentuan eksplisit yang melarang pengibaran bendera lain, apalagi yang bersifat fiktif, selama tidak dimaksudkan untuk menghina atau menodai kehormatan bendera negara.

Baca juga: Logo 80 Tahun Indonesia Resmi Diluncurkan Presiden Prabowo

Persoalan muncul ketika penafsiran hukum dilakukan secara longgar dan melebar dari ketentuan tertulis. Pemaknaan yang terlalu luas berpotensi membuat hukum berjalan di luar naskah aslinya. Jika pemerintah memperluas interpretasi tanpa dasar hukum yang jelas, risiko penyalahgunaan kewenangan menjadi nyata. Alih-alih melindungi simbol negara, aturan tersebut justru dapat berubah menjadi alat untuk membatasi ekspresi yang sah.

Dalam perspektif hak asasi manusia, Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) melalui UU Nomor 12 Tahun 2005. Pasal 19 ICCPR menjamin kebebasan berekspresi, termasuk penggunaan simbol dan karya kreatif, meskipun ekspresi tersebut mungkin tidak populer atau menimbulkan rasa tidak nyaman di kalangan tertentu.

Memang, ICCPR memperbolehkan pembatasan kebebasan berekspresi, namun dengan syarat ketat: harus diatur secara jelas dalam undang-undang. Diperlukan untuk tujuan yang sah seperti keamanan nasional atau ketertiban umum, dan bersifat proporsional antara pembatasan dan manfaat yang ingin dicapai.

Prinsip serupa juga ditegaskan dalam berbagai instrumen HAM internasional, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Deklarasi Pembela HAM PBB, dan Prinsip-Prinsip Siracusa. Pembatasan hanya sah jika ada ancaman nyata yang dapat dibuktikan, bukan semata karena simbol tersebut tidak disukai atau memicu kegaduhan politik. Menempatkan bendera fiksi dalam kategori ancaman tanpa bukti kerugian konkret justru melanggar asas legalitas.

Lebih jauh, langkah ini berisiko menimbulkan chilling effect, yakni kondisi di mana masyarakat enggan berpendapat, mengkritik, atau berkreasi karena khawatir terkena sanksi. Negara yang cepat menganggap simbol budaya populer sebagai ancaman politik bukan sedang menunjukkan ketegasan, melainkan rasa takut. Ketakutan semacam ini pada akhirnya dapat merusak kepercayaan publik terhadap hukum serta komitmen pemerintah dalam menegakkan hak asasi manusia.

Dampak Pembatasan Simbol terhadap HAM dan Ruang Demokrasi

Pelarangan pengibaran bendera Jolly Roger tidak hanya soal aturan protokoler, tetapi juga berkaitan dengan kondisi ruang sipil (civic space)—pondasi penting bagi demokrasi modern.

Dalam teori Jürgen Habermas, legitimasi kekuasaan lahir dari ruang publik yang terbuka, di mana warga dan pemerintah dapat terhubung melalui dialog yang rasional. Ketika negara membatasi penggunaan simbol budaya populer yang tidak menimbulkan ancaman nyata, tindakan tersebut berpotensi memutus jembatan komunikasi antara penguasa dan rakyat.

Pandangan ini sejalan dengan gagasan John Stuart Mill dalam On Liberty mengenai “pasar gagasan” (marketplace of ideas). Mill menegaskan bahwa ide yang dianggap salah atau tidak populer sebaiknya dihadapi dengan argumen yang lebih kuat, bukan dibungkam. Jika penggunaan Jolly Roger dinilai kurang pantas di bulan kemerdekaan, respons yang sehat adalah memperkuat narasi penghormatan terhadap Merah Putih, bukan dengan operasi razia atau tindakan intimidatif.

Risiko dari pembatasan semacam ini dapat dijelaskan lewat teori chilling effect yang diperkenalkan Frederick Schauer. Pembatasan yang tidak jelas dan terlalu luas akan membuat masyarakat secara sukarela mengekang kebebasan berekspresi demi menghindari risiko hukum. Efek ini lebih berbahaya daripada penindakan langsung, karena menciptakan budaya diam yang sulit dipulihkan.

Baca juga: 30+ Ide Lomba 17 Agustus Paling Seru dan Kreatif untuk Memeriahkan HUT RI 2025

Pandangan serupa juga diutarakan Alexander Meiklejohn, tokoh penting dalam kajian First Amendment di Amerika Serikat. Menurutnya, kebebasan berekspresi adalah syarat mutlak bagi demokrasi partisipatif. Tanpa ruang aman untuk menyampaikan kritik—bahkan dalam bentuk simbol sederhana. Warga akan kehilangan peran sebagai pengawas kekuasaan, dan negara kehilangan masukan moral yang bersumber dari masyarakat.

Jika pola pembatasan yang berbasis tafsir subjektif pemerintah ini terus berlangsung. Akan muncul preseden berbahaya bahwa interpretasi penguasa dapat menggeser jaminan konstitusional serta komitmen terhadap instrumen HAM internasional. Pada titik tersebut, yang terancam bukan sekadar Jolly Roger, tetapi keberlangsungan seluruh ekosistem demokrasi di Indonesia.

Getaran Hak Asasi Manusia dan Teladan Gus Dur

Intimidasi terhadap pengibar bendera Jolly Roger di berbagai daerah menjadi sinyal serius bahwa komitmen negara terhadap hak asasi manusia sedang diuji. Kasus aparat yang mendatangi rumah warga di Tuban hanya karena unggahan foto penghormatan pada bendera fiksi. Hingga penghapusan mural One Piece di Sragen atas arahan aparat, memperlihatkan bahwa yang dipertaruhkan bukan sekadar hak individu. Tetapi juga reputasi Indonesia sebagai negara demokratis yang menghargai kebebasan berekspresi.

Merujuk Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Pembatasan kebebasan berekspresi hanya sah dilakukan apabila ada ancaman nyata terhadap keamanan nasional atau ketertiban umum. Dan ancaman tersebut harus dapat dibuktikan secara jelas. Menganggap simbol budaya populer sebagai “tidak pantas” atau “mengganggu” tanpa bukti konkret tidak memenuhi standar tersebut. Sebaliknya, sikap represif seperti ini justru menimbulkan chilling effect. Yaitu kondisi di mana masyarakat memilih diam, menahan kritik, dan menyembunyikan kreativitas karena takut terkena masalah hukum.

Dampak jangka panjang dari pembatasan yang berlebihan adalah menyempitnya ruang demokrasi dan menurunnya kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Di titik inilah teladan dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) relevan untuk diingat. Saat menjabat Presiden, Gus Dur pernah mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua. Dengan syarat bendera Merah Putih tetap berkibar lebih tinggi. Bagi Gus Dur, Bintang Kejora bukan ancaman politik atau simbol separatisme, melainkan identitas kultural masyarakat Papua yang layak dihormati.

Pendekatan Gus Dur menunjukkan bahwa negara yang percaya diri tidak perlu takut pada perbedaan simbol maupun budaya. Justru dengan memberi ruang bagi ekspresi tersebut, ia menegaskan bahwa pengakuan atas keberagaman dapat memperkuat keutuhan bangsa. Sikap humanis dan terbuka ini menjadi contoh nyata bahwa dialog dan penghormatan lebih efektif dalam membangun rekonsiliasi dibanding respons represif yang memecah belah.

Jika Indonesia ingin benar-benar menjadi negara demokratis, pelajaran dari Gus Dur seharusnya menjadi pegangan. Toleransi terhadap perbedaan, termasuk dalam bentuk simbolik, selama tidak mengancam keselamatan bangsa, adalah bukti kedewasaan politik. Menghormati kebebasan berekspresi bukan hanya kewajiban hukum. Tetapi juga tanda nyata bahwa negara menempatkan hak asasi manusia sebagai pondasi utama demokrasi.


toprankmedia.id selalu hadir memberikan berita VIRAL, informasi terupdate, dan ulasan terpercaya seputar TOP 10 Brand yang relevan dengan kehidupan Anda. Ikuti selalu update terbaru dari kami, karena kami hadir untuk membuat Anda selalu #UpToDate.

Share this:

  • Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
  • Click to share on X (Opens in new window) X
  • Click to share on Telegram (Opens in new window) Telegram
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
  • Click to print (Opens in new window) Print
  • Click to share on X (Opens in new window) X

Like this:

Like Loading...

Related

Previous Post

Royalti Musik di Cafe dan Restoran: Perlindungan Hak Cipta atau Beban Usaha?

Next Post

Bukan Baden Powell, Inilah Sultan yang Dijuluki Bapak Pramuka Indonesia

Related Posts

harga bbm hari ini
News

Harga BBM Hari Ini: Pertamina Turunkan BBM Non Subsidi Mulai 1 September 2025, Pertamax Tetap

September 1, 2025
demo jakarta hari ini
News

Demo Jakarta Ricuh, Driver Ojol Tewas, Presiden Prabowo Perintahkan Investigasi Transparan!

August 29, 2025
Pratama Arhan
Entertainment

Resmi Cerai! Pratama Arhan & Azizah Salsha Hanya Butuh 2 Kali Sidang untuk Berpisah

August 26, 2025
cacing gelang
Education

Jangan Ada Lagi Kasus Raya di Jabar Karena Cacing Gelang, Perhatikan Hal Penting Ini!

August 25, 2025
simulasi tka
Education

Siap Menghadapi TKA? Pusmendik Luncurkan Simulasi TKA Resmi untuk Siswa

August 21, 2025
sesar lembang
News

Mengenal Sesar Lembang, Ancaman Senyap dari Tanah Priangan!

August 21, 2025

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

I agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

BROWSE BY TOPICS

Beauty Education Electronic Entertainment Finance Food Interior Internet Lifestyle Movie News Otomotif Sport Top 10 Brand Travel

Latest articles

  • Drakor Tempest Segera Tayang! Intip Sinopsis dan Deretan Pemain Bintang
  • 10 Drama China Sad Ending tentang Penyakit & Pengorbanan
  • 25 Drama China Zhao Lusi yang Top Rating dan Akting Paling Badass!
  • 10 Drama China Reinkarnasi dengan Rating Tertinggi
  • Sinopsis Drakor The First Lady, Drama Penuh Intrik yang Wajib Masuk Watchlist Kamu!
  • Rekomendasi Top 27 Drama China Terbaru, Cek Sekarang!
  • You and Everything Else: Drama Korea Original Netflix yang Tayang September 2025
  • 10+ Drama Korea September 2025 yang Diprediksi Ratingnya Melambung
  • 10 Nama Parfum Isi Ulang Wanita yang Wanginya Lembut & Tahan Lama
  • 10 Drama China Time Travel Kerajaan, Plot Twist & Sulit Ditebak!

Category

  • Beauty
  • Education
  • Electronic
  • Entertainment
  • Finance
  • Food
  • Interior
  • Internet
  • Lifestyle
  • Movie
  • News
  • Otomotif
  • Sport
  • Top 10 Brand
  • Travel
  • About
  • Contact
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Sitemap
  • Terms Of Service

©2024 Copyright by Toprank Media Group.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Beauty
  • Otomotif
  • Finance
  • Internet
  • Interior
  • Travel
  • Food

©2024 Copyright by Toprank Media Group.

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.
Go to mobile version
%d